Minggu, 27 November 2016

Tradisi Adat Modifikasi Tubuh Teraneh Di Dunia

"Tradisi Adat Modifikasi Tubuh Teraneh Di Dunia" - Tradisi adat merupakan tradisi turun temurun yang dipercaya sebuah komunitas adat di suatu lokasi dalam kondisi yang cukup lama bahkan turun temurun telah dilakukan. Meski jaman berganti, ada banyak tradisi budaya yang masih dipegang teguh. Dan salah satunya adalah tradisi memodifikasi tubuh. Sepanjang sejarah, manusia telah menggunakan tubuh mereka sebagai kanvas untuk menunjukkan identitas kultural mereka, kepercayaan, status sosial, maupun sekedar untuk menambah kecantikan. Saat ini, karena adanya pengaruh dari berbagai pihak dan perubahan pemikiran masyarakat, kebanyakan tradisi modifikasi tubuh tradisional tesebut sudah mulai menghilang. Berikut kami rangkum tradisi modifikasi tubuh terekstrim di dunia.


Pengikatan Kaki (China)


Teman anehtapinyata.net foot Binding atau pengikatan kaki adalah tradisi menghentikan pertumbuhan kaki perempuan zaman dahulu yang terjadi di China. Tradisi ini telah menghadirkan penderitaan besar bagi para perempuan China pada masa itu. Pengikatan kaki biasanya dimulai sejak anak berumur antara empat sampai tujuh tahun. Masyarakat miskin biasanya terlambat memulai pengikatan kaki karena mereka membutuhkan bantuan anak perempuan mereka dalam mengurus sawah dan perkebunan. Pengikatan kaki dimulai pada masa akhir dinasti Tang (618-907) dan mulai menyebar pada golongan kelas atas sampai pada zaman dinasti Song (960-1297), pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911), budaya mengikat kaki menyebar luas dalam mayoritas masyarakat China sampai akhirnya dilarang pada Revolusi Sun Yat Sen tahun 1911. Kelompok yang menghindari adat ini hanyalah bangsa Manchu dan kelompok migran Hakka yang merupakan kelompok paling miskin dalam kasta sosial China. Kebiasaan mengikat kaki ini berlangsung selama sekitar seribu tahun dan telah menyebabkan sekitar satu milyar wanita China mengalami pengikatan kaki.
Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang sepuluh kaki dengan lebar dua inchi, melipat empat jari kaki ke bagian bawah kaki dan menarik ibu jari kaki medekati tumit. Hal ini membuat kaki menjadi lebih pendek. Pembalut kaki semakin diketatkan dari hari ke hari dan kaki dipaksa memakai sepatu yang semakin kecil. Kaki harus dicuci dan dipotong kukunya karena kalau tidak akan membuat kuku-kuku kaki di kaki yang diikat menusuk ke dalam dan menimbulkan infeksi. Jika balutan terlalu ketat maka dapat timbul buku-buku di kaki yang harus dipotong dengan pisau. Kemudian kaki juga harus dipijat dan dikompres dingin dan panas untuk sedikit mengurangi rasa sakit. Pengikatan kaki membuat siklus darah tidak lancar sehingga dapat membuat daging kaki menjadi busuk dan kaki dapat mengeluarkan nanah. Semakin kecil kaki seorang gadis maka akan semakin cantik ia dipandang. Panjang kaki seorang gadis hanya berkisar 10-15 sentimeter saja.
Festival Vegetarian (Thailand)



Festival Sembilan Raja Dewa adalah sebuah festival selama sembilan hari yang dilakukan oleh penganut agama Tao, dimulai pada awal bulan kesembilan kalender Cina. Festival ini umum dilakukan di negara Myanmar, Singapura, Malaysia, Thailand, dan di kepulauan Riau. Di negara Thailand, festival ini disebut juga sebagai Festival Vegetarian. Selain sebagai bentuk pemujaan kepada para dewa, festival ini juga dimaksudkan sebagai tanda kedewasaan. Bagi teman yang takut melihat darah, disarankan untuk tidak menonton festival ini. Karena dalam festival yang dilaksanakan di Phuket ini disuguhkan berbagai atraksi yang mengerikan. Para peserta awalnya dibuat kesurupan, kemudian satu persatu mulai mengiris atau melubangi pipi, tangan, wajah, punggung atau perut dengan pisau, gergaji, kapak, pedang dan lain-lain. Tentu saja tanpa dibius!!
Piring Bibir (Afrika dan Amerika Selatan)



Kedua suku ini meskipun tinggal di tempat yang berjauhan, yaitu di Afrika dan di Amerika Selatan, mempunyai adat yang sama, yaitu Lip Plate (Piring Bibir). Wanita suku Mursi mulai memakai piring ini antara 6 bulan hingga 1 tahun sebelum mereka menikah. Bibir bagian bawah dilubangi sekitar 1-2 cm, kemudian dipasang kayu berbentuk lingkaran. Setelah luka itu sembuh, sedikit demi sedikit ukuran diameter benda yang dipasang mulai bertambah dan tidak lagi menggunakan kayu akan tetapi diganti dengan piring yang terbuat dari tanah liat. Ukuran diameter piring bisa mencapai antara 8 hingga 20 cm. Sementara para pria suku Kayopo yang tinggal di Amazon, Brazil, menggunakan piring bibir ini sebagai tanda keberanian dan kekuasaan. Sehingga ukuran diameter piring paling lebar digunakan oleh kepala suku. Saat ini, kebanyakan suku-suku tersebut telah meninggalkan tradisi ini. Namun, ada beberapa suku yang masih melakukannya, baik sekedar untuk menjaga tradisi maupun untuk menarik turis.
Mentato Dengan Melukai Kulit (Afrika Dan Papua Nugini)



Suku Kaningara di Papua Nugini terkenal akan ritual pendewasaannya yang cukup sadis. Meskipun merupakan ritual pendewasaan, ritual ini cukup mahal sehingga terkadang pria Kaningara harus menunggu beberapa tahun untuk dapat menjalani ritual ini. Ritual ini dilakukan untuk melepaskan hubungan si anak dengan dunia “kewanitaan” dan memberi mereka kekuatan dari arwah buaya. Ritual pendewasaan tersebut dilakukan di dalam sebuah bangunan khusus bernama Haus Tambaran, yang berarti “rumah para arwah”. Sebelum menjalani pentatoan, sang pria yang akan diinisiasi harus menjalani pengasingan terlebih dahulu dalam rumah tersebut. Wanita dilarang untuk memasuki Haus Tambaran, sehingga pria tersebut hanya akan menemui pria lain selama masa pengasingannya. Masa pengasingan tersebut merupakan masa yang sulit; mereka harus menuruti berbagai tabu dan menjalani berbagai ritual yang melelahkan. Jika mereka melanggar tabu-tabu tersebut, mereka akan dihukum oleh kepala suku. Suku Kaningara juga percaya bahwa melanggar tabu dapat menyebabkan kematian dini.
Suku Maori juga memiliki ritual pendewasaan yang mirip. Namun, kaum wanita Maori juga mengalami ritual ini. Meskipun begitu, ada peraturan-peraturan khusus dalam pentatoan untuk wanita Maori. Misalnya, dahi dan dagu wanita tidak boleh ikut ditato. Selain itu, para Maori menganggap bibir yang berwarna merah tidak cantik, sehingga bibir para wanita Maori ikut ditato untuk mengubah warnanya menjadi kebiruan. Anggota suku Maori yang sedang ditato tidak boleh menunjukkan rasa sakit mereka, atau mereka akan ‘kehilangan muka’.
Menyumbat Hidung (India)



Suku Apatani, yang dikenal juga dengan nama Suku Tanni, merupakan suku yang cukup menarik. Mereka menempati daerah Arunachal Pradesh di India, dan memiliki sistem agrikultural yang amat efektif. Namun, suku ini paling dikenal dengan tradisi anehnya, yaitu sumbat hidung besar yang dipakai oleh para wanita mereka. Saat ini, hanya wanita-wanita Apatani yang berusia tua saja yang masih menggunakan sumbat hidung tersebut, namun, di masa lalu seluruh wanita Apatani menggunakan sumbat hidung tersebut. Berbeda dengan tradisi-tradisi modifikasi tubuh lainnya, yang pada umumnya bertujuan untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial, tradisi sumbat hidung ini justru bertujuan untuk membuat wajah para perempuan Apatani menjadi jelek! Aneh, bukan? Rupanya, konon di masa lalu para wanita suku Apatani dikenal sebagai wanita-wanita yang tercantik di daerah itu, sehingga suku-suku di sekitar mereka seringkali menyerang suku Apatani dan menculik para wanitanya untuk dijadikan budak. Karena takut akan hal tersebut, maka para wanita Apatani mulai menggunakan sumbat hidung untuk membuat wajah mereka tidak menarik lagi. Selain itu, mereka pun mentato wajah mereka dengan garis hitam yang memanjang dari dahi ke hidung dan lima garis lagi di dagu mereka.
Memanjangkan Leher (Thailand)



Tentu saja, leher yang panjang amatlah menarik, bukan? Wanita-wanita suku Kayan di Thailand juga memiliki pendapat yang sama, dan untuk mendapatkan leher yang panjang, mereka memasang puluhan kalung kuningan di leher mereka. Berat kalung-kalung tersebut dapat mencapai lebih dari 10 kilogram, sehingga bahu mereka tertekan ke bawah, membuat leher wanita-wanita tersebut tampak memanjang. Hasilnya, wanita-wanita suku Kayan memiliki leher yang terlihat amat panjang, sehingga mereka dijuluki “perempuan jerapah”. Mungkin teman anehtapinyata.net bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika mereka melepas kalung-kalung tersebut? Apakah leher sepanjang itu masih cukup kuat untuk menopang kepala mereka? Rupanya, para perempuan Kayan dapat melepas kalung tersebut tanpa masalah, hanya saja mereka tidak suka melakukannya. Setelah memakai kalung-kalung itu selama bertahun-tahun, mereka merasa ‘telanjang’ ketika melepaskannya. Menurut adat, biasanya perempuan Kayan mulai memakai kalung ketika ia berusia lima tahun, dan jumlah kalung tersebut ditambah sedikit demi sedikit. Namun, sekarang hanya sedikit yang masih memilih untuk menggunakan kalung. Di masa lalu, penggunaan kalung tersebut dimaksudkan untuk menambah kecantikan seorang wanita, namun saat ini kebanyakan orang hanya menggunakan kalung tersebut untuk menjaga tradisi saja.
Mengiris Dahi (Sudan)



Kebanyakan anak-anak kecil suku Dinka tak menangis ketika seorang dukun lokal menggoreskan pisau panas di dahi sampai mengeluarkan darah segar. Jika anak-anak ini meringis, menangis, atau bereaksi maka mereka akan kehilangan derajat di kalangan masyarakat. Jadi duduk dalam damai adalah cara terbaik yang masih dilakukan suku Dinka di Sudan Selatan ini. Garis-garis di dahi ini dianggap sebagai simbol keberanian suku. Waduh, mengerikan sekali ya!
Pemanjangan Telinga (Asia, Afrika, Amerika)



Tradisi pemanjangan telinga merupakan tradisi yang cukup populer sepanjang sejarah. Beberapa suku yang melakukan pemanjangan telinga misalnya suku Masai di Kenya, suku Lahu di Thailand, suku Karen-Padaung di Myanmar, dan suku Dayak di Indonesia. Beberapa peradaban yang lebih tua juga tercatat melakukan tradisi ini, seperti suku Maya dan Aztek di Meksiko. Tradisi ini dilakukan untuk berbagai macam alasan. Ada yang melakukannya untuk kecantikan, ada yang melakukannya sebagai bagian dari ritual pendewasaan, ada yang melakukannya sebagai simbol status sosial, ada juga yang percaya bahwa tradisi tersebut melindungi mereka dari arwah-arwah jahat. Pemanjangan telinga biasanya dilakukan dengan memasang anting-anting yang berat, sehingga lama-kelamaan telinga akan memanjang. Sedikit demi sedikit, anting-anting tersebut ditambah sehingga semakin berat. Pada akhirnya, panjang telinga seseorang dapat mencapai berpuluh-puluh sentimeter. Pada suku-suku di Afrika, gading gajah, kayu, batu, dan duri juga seringkali digunakan untuk memperbesar lubang tindikan di telinga mereka. Tradisi ini biasa dilakukan oleh baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun dulu sangat populer, saat ini orang yang masih mempraktekkan tradisi ini sangat sedikit. Biasanya, tradisi ini hanya dapat diamati pada anggota-anggota suku yang berusia lanjut.
Penajaman Gigi (Asia Dan Afrika)



Suku Mentawai di Sumatera percaya bahwa gigi yang tajam akan membuat seorang wanita menjadi lebih cantik. Selain itu, penggerusan gigi dapat menyeimbangkan tubuh dan jiwa mereka. Untuk itu, remaja perempuan Mentawai menggerus gigi mereka sehigga berbentuk lancip seperti taring. Secara tradisional, penajaman gigi tersebut dilakukan tanpa obat bius. Penggerusan gigi ini bisa sangat menyakitkan, sehingga saat ini, kebanyakan perempuan Mentawai memilih untuk tidak melakukan tradisi itu lagi. Namun, wanita-wanita dengan status yang lebih tinggi, misalnya istri kepala suku, masih diharapkan untuk melakukan tradisi tersebut, untuk membuatnya lebih cantik dan juga untuk menjaga tradisi.
Selain suku Mentawai, penggerusan gigi juga dilakukan oleh berbagai suku lainnya di dunia, misalnya suku Aborigin dan beberapa suku di Vietnam dan Sudan. Suku Maya juga tercatat melakukan penggerusan gigi untuk menandakan status sosial yang tinggi. Terkadang, mereka akan melubangi gigi mereka dan memasukkan logam mulia ke dalam lubang tersebut. Beberapa suku di Afrika, contohnya suku Upoto di Kongo, juga melakukan penggerusan gigi untuk membuat gigi mereka menyerupai gigi binatang buas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar